Sembah Sujud pada Mu Ilahi Kami Pasrahkan diri Lepas dari nafsu dunia Yang melenakan dan menghanyutkan Diri ini penuh dosa Ku harapkan ampunan bagi diriku Sucikan hati dari debu dan noda PadaMu kuserahkan jiwaku

Kamis, 26 Juli 2012

Meraih kemenangan dengan ketakwaan


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
أَمَّا بَعْدُ
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا,  
وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

Allahu Akbar…Allahu Akbar… Allahu Akbar…
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri yang berbahagia,
Pertama-tama, kami berwasiat kepada diri sendiri, kemudian kepada para jama’ah, hendaklah kita tetap bertakwa kepada Allah Ta’ala dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah dianugerahkan kepada kita. Allah Ta’ala telah menganugerahkan kepada kita dîn (agama) yang mulia ini, yaitu al-Islam. Allah telah menyempurnakan dan ridha Islam menjadi agama kita, dan sungguh, Allah Ta’ala telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kita.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. (Qs al-Mâidah/5:3).
Pada hari yang berbahagia ini, kaum Muslimin di seluruh pelosok dunia, hingga pojok-pojok kota-kota, bahkan sampai ke pelosok desa dan gunung-gunung, semua membesarkan asma Allah Ta’ala, mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid. Kita dengar, lantunan kalimat ini menggetarkan angkasa dan merasuk ke dalam hati kita. Subhanallah, kaum Muslimin seluruhnya melantunkan syukur atas kenikmatan yang dianugerahkan Allah Ta’ala, setelah sebelumnya melaksanakan ibadah di bulan yang dimuliakan, yaitu ibadah di bulan Ramadhan. Kemenangan ini, insya Allah kita raih, yang tidak lain dengan meningkatkan takwa dan amal shalih. Dan jadilah diri kita sebagai insan yang benar dalam keimanan. Maka, hendaklah kita juga bersyukur, karena Allah Ta’ala telah memberikan hidayah kepada kita berupa akidah yang benar, sementara itu masih banyak orang yang tidak mendapatkannya.
Ketahuilah! Akidah kita merupakan akidah yang paling kuat, amalan kita merupakan amalan yan paling sempurna, dan tujuan hidup kita merupakan tujuan yang paling mulia. Akidah kita, yaitu beriman kepada Allah Ta’ala, kepada para malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari akhir dan beriman terhadap takdir Allah, takdir yang buruk maupun takdir baik.
Kita beriman kepada Allah Ta’ala, nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya. Karena kita dapat menyaksikan tanda-tanda-Nya pada segala sesuatu yang menunjukkan bahwa Allah itu Ahad. Hanya satu.
Pada diri manusia terdapat tanda, di langit, di bumi, pada perputaran siang dan malam, pada tiupan angin, pada arak-arakan awan yang diterbangkan antara langit dan bumi, dan pada semua makhluk, sungguh terdapat tanda-tanda yang menunjukkan keesaan Allah Ta’ala, menunjukkan kemahakuasaan-Nya, rububiyah-Nya, keluasan ilmu, hikmah, dan menunjukkan kemahamurahan Allah Ta’ala. Karena alam raya ini tidak mungkin ada dengan sendirinya atau ada dengan tiba-tiba. Alam raya ini pasti ada yang menciptakan dan mengaturnya. Dia-lah Allah Rabbul-’Âlamin yang tidak sekutu bagi-Nya.
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri yang berbahagia,
Amalan kita, juga merupakan amalan yang paling sempurna, karena kita beramal di bawah bimbingan cahaya Allah Ta’ala dan dengan pedoman yang jelas, mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khulafa`ur-rasyidin yang telah mendapatkan petunjuk. Oleh karena itu, hendaklah kita berjalan sebagaimana mestinya. Tegakkan dan jagalah shalat, karena shalat merupakan tiang agama! Seseorang yang meninggalkan shalat, maka dia tidak mendapatkan kebaikan apapun dalam Islam. Jagalah shalat, dan jangan mengabaikannya. Barangsiapa meninggalkan dan mengabaikan shalat, berarti ia termasuk yang disebutkan firman Allah Ta’ala,
فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاَةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا . إلا من تاب وءامن وعمل صالحا فأولائك يدخلون الجنة ولايظلمون شيئا
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun. (Q.s. Maryam/19: 59-60).
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri yang berbahagia,
Begitu pula, hendaklah kita tunaikan zakat sebagaimana mestinya, jangan mengurangi. Berikan zakat itu kepada yang berhak menerimanya. Ingatlah, zakat ini sangat penting untuk kita tunaikan.  Karena dalam banyak ayat, perintah menunaikan zakat disandingkan dengan perintah melaksanakan shalat. Oleh karena itu, kita jangan bakhil dalam memberikan zakat. Jika berbuat bakhil, maka pada hari Kiamat nanti, harta itu akan dipikulkan di pundak sebagai balasan bagi orang orang yang bakhil.
Sebagai kaum Muslimin, kita juga diperintahkan untuk berpuasa dan menunaikan haji. Maka, hendaklah kita jalankan sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala.
Dan semua ini merupakan rukun Islam. Seseorang yang mengamalkan dan menjaga rukun-rukun ini, ia akan diberi kemudahan oleh Allah Ta’ala dalam melakukan amalan-amalan lainnya yang merupakan bagian dari rukun-rukun itu. Dia akan merasa lapang dadanya manakala harus menjalankan perintah Allah Ta’ala ataupun jika harus menjauhi larangan-Nya. Akan tetapi, sebaliknya seseorang yang tidak melaksanakan dan tidak menjaga rukun-rukun ini, maka jiwanya akan sesak. Dia akan merasa berat dan sulit dalam melakukan amalan-amalan lainnya. Oleh karena itu, kita berdoa, semoga Allah Ta’ala menjadikan diri kita termasuk orang-orang yang diberi kemudahan untuk menjalani perintah Allah Ta’ala dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dengan demikian, kita akan mendapatkan akhir yang menggembirakan. Yaitu berupa ridha Allah Ta’ala dan kebahagiaan abadi di akhirat.
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Qs an-Nahl/16: 97).
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri yang berbahagia,
Jika kita bertanya kepada seseorang tentang harapannya, maka tentu ia mengatakan ingin mendapatkan kehidupan yang bahagia, dan meninggal dengan membawa nama yang harum. Kemudian, jika dibangkitkan oleh Allah, ia berharap agar dibangkitkan dalam keadaan selamat dari siksa. Harapan ini, pasti akan didapatkan orang-orang yang beriman kepada Allah, yang beramal shalih dengan ikhlas. Hal itu sangat mudah dicapai oleh orang-orang yang diberi kemudahan oleh Allah Ta’ala. Maka janganlah kita menunda untuk menggapainya. Segeralah melangkah, dengan selalu berpegang teguh dengan agama kita yang mulia ini. Karena sesungguhnya, berpegang teguh dengan agama, akan menjamin kehidupan yang baik dan pahala yang besar. Sebuah kehidupan penuh kemenangan, kemuliaan dan kesejahteraan.
Satu bukti yang paling besar dan telah nyata, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus di tengah-tengah sebuah kaum yang ummi dan terbelakang. Namun tatkala kaum ini berpegang teguh dengan agama ini, tidak lama kemudian, mereka berubah menjadi yang terdepan dalam ilmu, perilaku dan peradabannya. Setelah sebelumnya menjadi kaum yang hina, kemudian mereka memimpin manusia dengan penuh kemuliaan. Mereka menjadi yang terdepan setelah sebelumnya terbelakang. Dan agama yang dipegangi pemimpin itu senantiasa terjaga dalam Kitab Allah Ta’ala dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, jika saat ini kaum Muslimin berpegang teguh dengan dinul-Islam dengan benar, mengamalkannya dalam segala bidang kehidupan, niscaya kaum Muslimin akan pemimpin di bumi ini, sebagaimana para pendahulu mereka.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَيَنصُرَنَّ اللهُ مَن يَنصُرُهُ إِنَّ اللهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ.  الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي اْلأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ اْلأُمُورِ
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahaperkasa. (Yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Qs al-Hajj/22:40-41).
Akan tetapi, yang sangat menyesalkan, banyak kandungan syariat Islam yang diremehkan kaum Muslimin. Banyak kaum Muslimin yang menyimpang dan berpaling dari ajaran Islam, kemudian lebih memilih pedoman-pedoman yang bukan milik Allah Ta’ala. Akibatnya, banyak yang kemudian tersesat, dan bahkan menyesatkan. Tersesat dari kebenaran, sehingga umat tercerai-berai. Simpul persatuannya mulai terlepas satu per satu. Kaum Muslimin menjadi sasaran para musuh, dan menjadi kaum yang hina setelah sebelumnya mulia. Kaum Muslimin menjadi kaum yang lemah setelah sebelumnya kuat. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Maka menjadi kewajiban kita untuk mengembalikan kemuliaan Islam dan kaum Muslimin. Yaitu membulatkan tekad untuk berpegang teguh dengan syariat yang telah ditetapkan Allah Ta’ala, mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mengikuti jalan para khulafa`ur-rasyidin. Karena dari sanalah kita akan mendapatkan kembali dinul-Islam dengan segala kebaikannya.
Di antara kebaikan agama ini, yaitu adanya hari raya yang membahagiakan. Hari yang menjadi penutup puasa dan sebagai permulaan bulan haji. Hari, saat kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia keluar dari rumahnya menuju tanah lapang untuk melaksanakan shalat ‘Idul-Fithri. Dengan hati gembira, penuh suka cita mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid, disebabkan anugerah nikmat yang diterimanya dari Allah Ta’ala. Anugerah besar, berupa keberhasilan melaksanakan puasa saat siang hari bulan Ramadhan dan shalat pada malam harinya. Dan kini, saat berbahagia itu datang. Seluruh kaum Muslimin mengagungkan Allah Ta’ala, berdzikir memuji-Nya, dan membuktikan rasa cinta dan rasa syukurnya kepada Allah yang bergelora dalam dadanya. Kaum Muslimin erbaik sangka kepada Allah Ta’ala, karena Allah Ta’ala itu sesuai dengan persangkaan hamba-Nya. Dengan berharap bisa mendapatkan semua kebaikan dari Allah Ta’ala, karena Allah Ta’ala pemilik semua kebaikan. Mereka pun memohon kepada Allah yang telah memberikan kekuatan kepada mereka beramal, agar Allah berkenan menerima amalan yang telah mereka perbuat, dan berharap agar dimasukkan ke dalam golongan orang-orang beruntung.
Jama’ah shalat ‘Idul-Fithri yang berbahagia,
Sebelum mengakhiri khutbah ini, kami ingin memberikan nasihat kepada kaum wanita, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan nasihat kepada para wanita.
Hendaklah kaum wanita bertakwa kepada Allah Ta’ala pada urusan wanita itu sendiri. Hendaklah kaum wanita menjaga aturan-aturan Allah, memelihara hak-hak para suami dan anak-anaknya.
Ingatlah! Wanita shalihah itu, ialah wanita yang taat dan menjaga apa yang harus dijaganya saat suami tidak ada. Seorang wanita jangan silau dan terpedaya dengan perilaku sebagian wanita yang senang keluar rumah (misal ke pasar, atau ke tempat lainnya) dengan dandanan norak, bau semerbak menusuk hidung, pamer kecantikan, atau dengan mengenakan pakaian tipis transparan.
Ingatlah! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا (وَذَكَرَ) وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلَاتٌ مُمِيلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا
Ada dua kelompok penduduk neraka yang belum pernah aku lihat (lalu beliau n menyebutkan) wanita berpakaian tetapi telanjang, berjalan dengan lenggak-lenggok, kepala mereka bagaikan leher unta meliuk-liuk. Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan aroma surga. (H.R. Muslim).
Sehingga, jika seorang wanita terpaksa harus pergi ke pasar, maka berjalanlah dengan tenang, jangan berdesakan dengan kaum lelaki, jangan bersuara keras, dan jangan pula mengenakan pakaian yang dibenci pada anakmu, dan begitu pula jangan meniru pakaian kaum lelaki. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat perempuan yang meniru kaum laki-laki, dan juga kaum laki-laki yang meniru gaya kaum perempuan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kaum wanita,
رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ ِلأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ
Aku melihat kebanyakan penghuni neraka itu adalah kalian. Kalian sering melaknat dan kufur terhadap suami. (H.R. al Bukhari Muslim).
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ بِأَنَّا نَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ
اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الأَحَدُ الصَّمَدُ
الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ ,
يَامَنَّانُ يَابَدِيْعَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ يَا ذَاالْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ
أَنْ تَمُنَّ عَلَيْنَا بِمَحَبَّتِكَ وَالإِخْلاَصِ لَكَ
وَمَحَبَّةِ رَسُوْلِكَ وَالاِتِّبَاعِ لَهُ
وَمَحَبَّةِ شَرْعِكَ وَالتَّمَسُّكِ بِهِ
اللَّهُمَّ يَامُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى دِيْنِكَ ,
يَامُصَرِِّفَ الْقُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا إِلَى طَاعَتِكَ
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ  أَمْرِنَا
وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا
وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنُا
وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلّ خَيْرٍ
وَالْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَأَعِدْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ هَذَا الْيَوْمِ
وَأَعِدْ أَمْثَالَهُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ نَتَمَتَّعُ بِاْلإِيْمَانِ وَالأَمْنِ وَالْعَافِيَةِ

Rabu, 27 Oktober 2010

SAAT-SAAT JATUH CINTA

Pernah jatuh cinta?bagaimana rasanya?pasti seneng dongk yeah. Enak aja bawaanya. Hidup berasa nikmat banget rasanya ga matep kalo ga cerita kepada teman-teman kalo kita sedang jatuh cinta. Temen-temen juga merasakan apa yang sedang kita rasakan bila perlu, kita cerita kepada siapa saja tentang orang yang sedang kita cintai meski orang yang kita cintai itu tak tau bahwa dia sedang kita cintai. Kita begitu percaya diri mulai mencari cara untuk mendekatinya.
Sobat muda muslim, kenapa kita merasa senang dan bahagia kalo jatuh cinta? Menurut Robert Sternberg, cinta adalah sebuah kisah, kisah yang di tulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang perang memperebutkan kekuasaan, misteri, permainan dan sebagainya. Kisah pada setiap orang berasal dari “skenario” yang sudah di kenalnuya, apakah dari orang tua, pengalaman, cerita dan sebagainya. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia bersikap dan bertintak dalam sebuah hubungan. (http://e-psikologi.com/, pada pembahasan tentang “cinta” )
Ketika jatuh cinta, kita tiba-tiba merasakan dorongan ingin bertemu dengan orang yang kita cintai. Dorongan itu bahkan sangat kuat menekan kita manakala ada orang yang membicarakan si dia, atau ada orang yang menyebutkan namanya, lebih lucunya ketika membaca tulisan yang kemudian menuliskan sebuah nama yang sama dengan nama orang yang kita cintai. Kita jadi rindu berat ingin bertemu, atau sekedar ingin berkomunikasi dengannya. BTW, ngrasain kaya gini pa ga…?
Tapi anehnya, sering kali kita juga merasa harus jaim atau jaga imej. Pura-pura jual mahal ketika berkomunikasi atau kebetulan bertemu dengan orang yang kita cintai. Meski rasa ingin mencurahkan perasaan itu begitu kuat menekan. Lucu juga memang. Itu artinya, bahwa jatuh cinta memang unik . tapi dengan catatan nih, biasanya jika yang jatuh cintanya itu masih malu-malu. Eh, umumnya memang malu-malu kan? Jarang yang agre,gitu deeh. Meski ketika jaman sudah berubah kaya sekarang, bamnyak pula yang agre atau agresif untuk mengungkapkan cintanya. Ya seperti pada reality show katakana cinta itu.
Sobat muda muslim, ketika jatuh cinta,kita jadi merasa lembut. Baik lisan kita atau saat kita menulis. Kita mulai belajar menganatur pilihan kita saat kita bicara. Terutama ketika bicara sama si dia yang telah membuat kita jatuh hati. Itu kita lakukan biasanya untuk mendapatkan perhatiannya. Untuk memberikan imej bahwa kita baik di hadapanya. Ujungnya, bukan tak mungkin kalo akhirnya kita mendapat simpati darinya. Awalnya memang simpati, siapa tau lama kelamaan menumbuhkan empati dan akhirnya jatuh hati. Bukan tak mungkin kan..?
Karakter cinta:
Jatuh cinta membuat kita harus menumbuhkan perhatian, merasa harus bertanggung jawab, merasa harus hormat di hadapan orang yang kita cinai, dan merasa harus mengetahui segala seluk beluk tentang dirinya. Erich From, murid kesayangan Sigmund Freud pernah menyampaikan bahwa dalam ncinta itu harus ada emapt unsur yang harus di miliki:
Pertama,care (perhatian). Cinta harus melahir kan perhatian pada objek yang kita cintai. Kalo kita mencintai diri sendiri, maka kita akan memperhatikan kesehatan dan kebersihan diri. Kalo kita mencintai orang lain, maka kita akan memperhatikan kesulitan yang di hadapi orang tersebut dan akan berusaha meringankan bebannya. Termasuk jika kita jatu cinta dengan mencintai lawan jenis kita maka segala bentuk perhatian akan kita tunjukian sama si dia. Kita jadi sering menulis namanya, menyatukan namanya, mungkin diam-diam mengoleksi fotonya. Apalagi dengan berkembangnya tekhnologi informasi kita bias mengintip diary online (blog) darinya yang mungkin saja memajang foto dirinya. Diam-diam kita menjadi secret admirernya. Minimal itu karena tjuan mulianya adalah mendapat perhatianya sebagai seorang kekasih.
Kedua, responsibility (tanggung jawab). Cinta harus melahirkan tanggung jawab terhadap objek yang kita cintai. Seorang jejaka atau gadis yang saling jatuh cinta ia akan berusaha unuk memposisikan bahwa mereka bertanggung jawab dalam hubungannya. Menjaganya dan merawatnya jangan sampai ke blabasan. Mereka yang ngerti ajaran islam, maka jatuh cinta itu bukan untuk melakukan perbuatan yang di benci oleh sang pemilik cinta yaitu ALLAH S.W.T ia akan menjaga pandanganya perasaan hatinya dan juga aktifitasnya agar tak kebelabasan. Tapi, cinta bukan lagi tanggung jawab jika sepasang remaja yang di landa cinta itu mengekspresikannya dengan cara yang membuat ,mereka di benci ALLAH S.W.T
Ketiga, respect (hormat). Cinta harus melahirkan sikap menerima apa adanya ocjek yang kita cintai, kelebihan yang kita syukuri, kekurangannya kita terima dan perbaiki. Tidak besrsikap sewenang-wenang dan selalu ber ikhtiar agar tidak mengecewakanya dan inilah yang di sebut respect. Itu sebabnya, sering kali kita mendengan cerita ada orang yang jatuh cinta itu meski berbeda bahasa, budaya, bahkan ada yang sampai cinta buta, yakni berbeda agama. Itu karena merasa bahwa cinta akan melahirkan sikap menerima apa adanya. Wah,, jika tak ada filter aqidah memang akhirnya akann hancur. But, ini kita bicara secara umum loh. Bahwa cinta akan melahirkan respect pada objek yang kita cintai. Betul ga..?
Keempat,knowledge (pengetahuan). Cinta harus melahirkan minat memahami seluk beluk objej yang kita cintai. Kalo kita mencintai seorang wanita ato pria yang untuk di jadika suami atau istri, maka harus bisa memahi kepribadian, latar belakang keluarga, minat, dan ketaatan beragamanya. Ga asal jatuh cinta juga. Eh, kalau kita bicara secara umumpun sebenernya ketika jatuh cinta kita bakalan nyaritau dari objek yang kita cintai. Nah, tentu standar yang di inginkan dalm pencarian itu bergantung kepribadian orang yang berkesangkutan. Ada yang merasa agama tak perlu menjadi pertimbangan, tapi ada pula yang merasa bahwa agama harus menjadi pertimbangan saat jatuh cinta. Kepada siapa kita harus mencintai. Begitukan…? But, intinya secara umum cinta akan melahirkan rasa ingin tau untuk menyelidiki si dia yang kita cintai, yang telah membuat kita jatuh hati dan jatuh cinta kepadanya. Setuju..?
Ibnu Qayimm menjelaskan, “semua orang yang berakal sehat menyadari bahwa kenikmatan dan keleztan yang di peroleh dari sesuatu yang di cintai, bergantung pada kekuatan dorongan cintanya. Ika dorongan cintany saangat kuat, kenikmatan yang di peroleh ketika mendapatkan yang di cintainya tersebut lebih sempurna”.
Sobat muda muslim, kita sering mendengar bahwa jatuh cinta dan akhirnya mencintai orang yang kita cintai adalah sebagai anugerah terindah. Mungkin ada benarnya juga. Meski menurut saya itu terlalu di deramatis . sebab, urusan cinta ini sangat kompleks, sobat. Tidak seperti hitungan matematika yang sudah pasti. Tapi yang jelas dan yang paling utama, adalah cinta bagi kita sebagai muslim yang harus sesuai sudut pandang islam bukan yang lain.
Ketika jatuh cintapun kita harus merasa iffah alias menjaga kehormatan dan kesucian diri. Ibnu Abbas berkata bahwa oran yang jatuh cinta tidak akan masuk surga kecuali bersabar dan bersikap iffah karena ALLAH S.W.T dan menyimpan cintanya karena ALLAh S.W.T . Dan, ini tidak akan terjadi kecali bila ia menahan perasaannya kepada orang yang di cintainya, mengutamakan cinta kepada ALLAH S.W.T , takut kepada –Nya dan ridho dengan –Nya. Orang seperti ini yang palig berhak mendapat derajat yang di sebutkan oleh ALLAH S.W.T dalam al-qur’an:
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tingalnya” (QS.An-nazi’at:40-41)
Ya Rabb
Biarkan cinta ini tumbuh selama kau mencintainya
Biarkan hati ini berkembang selama kau meridhoinya
Tapi
Jangan biyarkan rasa ini berbunga jika cinta ini akan mengalahkan cintaku pada Mu

Ya ALLAH, ketika aku merindukan kekasih, rindukanlah aku kepada yang rindu kepada cinta sejati Mu, agar kerinduan ku kepada Mu semakin menjadi.
Ya ALLAH, jika aku hendak mencintai seseorang, temukn lah aku dengan orang yang mencintai Mu, agar bertambah kuat cintaku pada Mu.
Ya ALLAH, ketika aku sedang jatuh cinta, jagalah cinta itu, agar tidak melebihi cintaku pada Mu.
Ya ALLAh, ketika aku berucap aku cinta pada Mu, biyarlah ku katakana kepada yang hatinya tertaut pada Mu,agar aku tak jatuh dalam cinta yang bukan karena Mu.

Kamis, 23 September 2010

Kejahilan Sebab Kesesatan, Kesengsaraan, Ketakutan dan Kesedihan

Selasa, 21-September-2010, Penulis: Asy-Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr

Al-Hafizh Al-Hakamy rahimahullah berkata:

Kebodohan itu sebab kesesatan makhluk secara keseluruan

Dan sebab semua kesengsaraan dan kezhaliman mereka

Dan Ilmu itu sebab petunjuk mereka bersama kebahagiaan mereka

Maka tiada kesesatan dan kesengsaraan bagi orang berilmu

Dan ketakutan itu akibat dari kebodohan dan kesedihan panjang juga karenanya

Dan dari orang berilmu dua hal itu terhilangkan, maka berpegang teguhlah

Asy-Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hifizhahullah berkata dalam “Syarh Manzhumah Al-Mimiyah” (47-50):

Ucapan beliau: “Kebodohan itu sebab kesesatan makhluk secara keseluruan”

Ini adalah perkara yang jelas dan nyata. Maka sumber setiap kesesatan yang terdapat pada setiap manusia adalah bodoh tentang Allah Ta’ala, agama-Nya, ancaman-Nya, hukuman-Nya, dan tentang surga dan neraka. Sebagaimana Allah Ta’ala firmankan,
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوَءَ بِجَهَالَةٍ

“Sesunggunya taubat di sisi Allah adalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejelekan lantaran kejahilan.” (An-Nisa’: 17)

Qatadah rahimahullah berkata: “Para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sepakat bahwa semua perkara yang Allah Ta’ala didurhakai dengannya adalah kejahilan (kebodohan).” Hal ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam “Madarij As-Salikin” (1/470). Kemudian beliau berkata: “Dan tidaknya adanya perhatian terhadap ilmu disebut kebodohan, entah karena dia tidak memanfaatkan ilmu itu sehingga diposisikan dalam posisi kebodohan, atau entah karena kebodohannya terhadap jeleknya perbuatan jahatnya akan akibat perbuatannya.”

Ucapan beliau: “Dan sebab semua kesengsaraan dan kezhaliman mereka”

Artinya kebodohan itu sebab kesengsaraan dan kezhaliman semua makhluk, dan juga asas setiap bencana dan kejelekan.

Ucapan beliau: “Dan Ilmu itu sebab petunjuk mereka bersama kebahagiaan mereka”

Sebab teraihnya petunjuk dan sebab teraihnya kebahagiaan adalah ilmu.

Ucapan beliau: “Maka tiada kesesatan dan kesengsaraan bagi orang berilmu”

Orang yang memiliki ilmu tentang Allah Ta’ala dan tentang kitab-Nya akan terhilangkan dari mereka kesesatan dan kesengsaraan. Dan terhilangkannya kesesatan itu mengisyaratkan terdapatnya petunjuk, dan terhilangkannya kesengsaraan mengisyaratkan terdapatnya kebahagiaan. Sebab adanya petunjuk dan kebahagiaan adalah ilmu. Sebagaimana Allah Ta’ala firmankan,
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى

“Maka siapa yang mengikuti petunjuk (ilmu) maka tidak akan sesat tidak pula sengsara.” (Thaha: 123).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Maka Allah Ta’ala menafikan dari pengikut petunjuka itu dua perkara: Kesesatan dan kesengsaraan. Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu anhuma berkata: “Allah Ta’ala menjamin orang yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkan isinya bahwa dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan sengsara di akhirat.” Kemudian dia membaca ayat,
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى

“Maka siapa yang mengikuti petunjuk (ilmu) maka tidak akan sesat tidak pula sengsara.” (Thaha: 123).

Dan ayat ini menafikan yang namanya kesesatan dan kesengsaraan dari semua pengikut petunjuk. Maka ayat ini menuntut bahwa orang tersebut tidak akan sesat di dunia dan tidak pula sengsara, tidak sesat di akhirat dan tidak pula sengsara. Sesungguhnya tingkatan itu ada empat: Petunjuk dan kesengsaraan di dunia, dan petunjuk dan kesengsaraan di akhirat. Akan tetapi Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan tingkatan yang paling menonjol pada setiap tempatnya.” (Miftah Daris Sa’adah: 1/34-35).

Ucapan beliau: “orang berilmu”

Yaitu orang yang memiliki ilmu yang bermanfaat yang bersandar pada kitabullah dan sunnah Nabin-Nya.

Ucapan beliau: ” Dan ketakutan itu akibat dari kebodohan dan kesedihan panjang juga karenanya”

Yaitu terjadinya ketakutan dan kesedihan itu disebabkan karena kejahilan/kebodohan. Yang dibuahkan kejahilan pada orang yang jahil dan dampak dari adanya kejahilan pada manusia adalah munculnya ketakutan dan kesedihan yang berkepanjangan. Kata ketakutan dan kesedihan jika disebut dalam satu rangkaian maka kesedihan itu terkait dengan apa yang telah lewat dan ketakutan terkait dengan sesuatu yang akan datang. Orang yang jahil selalu dalam kesedihan terhadap perkara yang telah lewat, karena yng telah lewat itu adalah hari-hari dan tahun-tahun yang bertumpuk pada kejahilan dan kesesatan. Dan hal itu juga demikian adanya dalam ketakutan pada yang akan datang.

Dua hal ini (ketakutan dan kesedihan) ternafikan (terhilangkan) dari orang yang berilmu. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa nash ayat, diantaranya firman Allah Ta’ala,
قُلْنَا اهْبِطُواْ مِنْهَا جَمِيعاً فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

“Kami katakan: “Turunlah kalian darinya semuanya, maka jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, siapa yang mengikuti petunjuk-Ku maka tiada ketakutan pada mereka dan tiada pula mereka bersedih”.” (Al-Baqarah: 38).

Dan yang mengandung penetapan makna ini juga adalah firman Allah Ta’ala,
بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

“Tidaklah demikian, bahkan siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Rabbnya dan tidak ada ketakutan pada mereka dan tidak pula mereka bersedih.” (Al-Baqarah: 112).

Dan Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلاَّ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

“Dan tidaklah Kami mengutus para Rasul kecuali dalaam rangka memberi kabaar gembira dan mengingatkan. Maka barangsiapa yang beriman dan melakukan perbaikan maka tiada ketakutan padanya dan tiada pula mereka bersedih.” (Al-An’am: 48).

Dan Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلاَّ تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا

“Sesungguhnya orang yang berkata: “Rabb kami adalah Allah” kemudian mereka istiqamah akan turun kepada mereka malaikat (berkata): “Janganlah kalian takut dan janganlah kalian bersedih”.” (Fushilat: 30).

Dan Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Sesungguhnya orang yang kerkata: “Rabb kami adalah Allah” kemudian mereka istiqamah, maka tiada ketukutan pada mereka dan tiada pula mereka bersedih.” (Al-Ahqaf: 13).

Ucapan beliau: “maka berpegang teguhlah”

Yaitu berpegang teguhlah dengan ilmu, peganglah dengan kokoh dan jagalah tetap di atasnya, maka engkau akan selamat dari konsekuensi kejahilan dan akibat buruknya. Dan engkau akan memperolah buah dari ilmu dan hasil baik darinya.

Diterjamahkaan oleh

‘Umar Al-Indunisy

Darul Hadits – Ma’bar, Yaman
Sumber : http://thalibmakbar.wordpress.com

Selasa, 10 Agustus 2010

KHAMR (Minuman Keras)

Arti asal kata khamr (خَمْر) adalah ‘tutup’. Segala sesuatu yang berfungsi sebagai penutup disebut khimâr (خِمَار). Kemudian, lebih populer kata itu diartikan sebagai ‘kerudung atau tutup kepala wanita’, seperti yang terdapat di dalam QS. An-Nûr [24]: 31. Adapun arti lain dari kata khamr (خَمْر) adalah ‘minuman yang memabuk­kan’. Disebut khamr (خَمْر) karena minuman keras memunyai pengaruh negatif yang dapat me­nutup atau me­lenyap­kan akal pikiran. Kata khamr (خَمْر) yang berarti ‘minuman keras’, di dalam Al-Qur’an, disebut enam kali, antara lain, di dalam QS. Al-Baqarah [2]: 219 dan QS. Al-Mâ’idah [5]: 90 dan 91.



Inti pembicaraan Al-Qur’an tentang hal ini berkisar pada persoalan hukum meminum jenis minuman tersebut. Al-Qur’an menetapkan bahwa hukum meminum khamr (خَمْر) adalah haram. Pengharaman khamr (خَمْر) ini oleh Al-Qur’an ditetapkan secara bertahap. Pada tahap pertama, Al-Qur’an di dalam ayat Makkiyah-nya secara tidak langsung mulai meng­anjur­kan menghindari khamr (خَمْر) dengan menunjukkan bahwa padanya terdapat unsur memabukkan, seperti ditegaskan di dalam QS. An-Nahl [16]: 67. Meskipun begitu, ayat ini belum meng­haramkan khamr (خَمْر). Dengan kata lain, khamr (خَمْر) yang dibuat dari buah korma dan anggur itu pada masa awal Islam adalah halal.



Ke­mudian, pada periode Madinah turun ayat Al-Qur’an yang secara tegas mencela khamr (خَمْر). Di situ terdapat mudharat yang lebih besar dibandingkan man­faatnya, sebagaimana di­tegaskan di dalam QS. Al-Baqarah [2]: 219. Menanggapi ayat ini, kaum Muslim ketika itu masih terpecah menjadi dua golongan. Sebagian me­ninggal­kan minum khamr (خَمْر) karena menyadari adanya dosa yang besar dan se­bagian lagi tetap meminumnya karena melihat adanya aspek manfaat pada jenis minuman tersebut.



Selanjutnya, Al-Qur’an secara tegas melarang atau mengharamkan minum khamr (خَمْر) khusus pada waktu-waktu men­jelang shalat, seperti yang terdapat di dalam QS. An-Nisâ’ [4]: 43. Dengan ayat ini, seseorang mungkin tetap meminum khamr (خَمْر) setelah Isya, misalnya, yang pada waktu Shubuh mabuk­nya hilang.



Pada tahap terakhir, turun ayat Al-Qur’an yang mengharamkan khamr (خَمْر) secara mutlak pada seluruh waktu, seperti ditegaskan di dalam QS. Al-Mâ’idah [5]: 90 dan 91. Di­ceritakan, ketika ayat ini turun, Umar bin Al-Khattab berkata, “Sungguh kami berhenti minum khamr (خَمْر)”. Sahabat Anas meriwayat­kan bahwa sejumlah orang tengah minum khamr (خَمْر) di rumah Abu Thalhah; begitu mendengar diharamkannya khamr (خَمْر), mereka langsung menumpahkan dan memecah­kan semua bejana khamr (خَمْر). Jumhur ulama bersepakat bahwa khamr (خَمْر), banyak maupun sedikit, adalah haram. I[Suryan A. Jamrah]

Hadits tentang Haramnya Khamar / Minuman Keras

1. Pengharaman khamar serta menerangkan bahwa khamar
itu terbuat dari perasan anggur, kurma basah, kurma
kering dan lain sebagainya yang dapat memabukkan

Hadis riwayat Ali bin Abu Thalib ra., ia berkata:
Aku mendapat seekor unta bersama Rasulullah saw. dari
rampasan perang Badar. Dan Rasulullah saw. memberiku
seekor unta yang lain. Pada suatu hari aku menderumkan
keduanya di depan pintu seorang sahabat Ansar, aku
hendak memuatkan idzkhir (sejenis tumbuh-tumbuhan) di
atas kedua unta tersebut untuk aku jual kepada seorang
tukang emas dari Bani Qainuqa` yang datang bersamaku.
Uang penjualan itu akan kupergunakan membantu walimah
Fatimah ra. Pada saat itu, Hamzah bin Abdul Muthalib
ra. sedang minum minuman keras di rumah tersebut. Ia
ditemani seorang budak perempuan yang bernyanyi
untuknya. Budak itu berkata: Hai Hamzah, perhatikanlah
unta-unta yang gemuk itu! Tiba-tiba Hamzah melompat ke
arah kedua untaku dengan pedang, lalu ia potong ponok
keduanya dan ia belah lambung keduanya, kemudian ia
ambil hati keduanya. Aku katakan kepada Ibnu Syihab:
Dan bagaimana dengan ponoknya? Ia berkata:
Ponok-ponoknya di pangkas dan dibawa pergi. Kata Ibnu
Syihab: Ali berkata: Dan aku menyaksikan pemandangan
yang mengerikan itu. Lalu aku mendatangi Rasulullah
saw. yang pada saat itu Zaid bin Haritsah sedang
berada di dekat beliau. Aku pun menceritakan peristiwa
tersebut. Kemudian beliau bersama Zaid keluar dan aku
juga ikut bersama beliau. Lalu beliau masuk menemui
Hamzah dan marah kepadanya. Hamzah mengangkat
pandangannya, kemudian berkata: Kalian ini tidak lain
hanyalah budak-budak bapakku! Rasulullah saw. kemudian
mundur ke belakang lalu meninggalkan mereka. (Shahih
Muslim No.3660)

Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Aku sedang memberi minum para tamu di rumah Abu
Thalhah, pada hari khamar diharamkan. Minuman mereka
hanyalah arak yang terbuat dari buah kurma. Tiba-tiba
terdengar seorang penyeru menyerukan sesuatu. Abu
Thalhah berkata: Keluar dan lihatlah! Aku pun keluar.
Ternyata seorang penyeru sedang mengumumkan:
Ketahuilah bahwa khamar telah diharamkan. Arak
mengalir di jalan-jalan Madinah. Abu Thalhah berkata
kepadaku: Keluarlah dan tumpahkan arak itu! Lalu aku
menumpahkannya (membuangnya). Orang-orang berkata: Si
polan terbunuh. Si polan terbunuh. Padahal arak ada
dalam perutnya. (Perawi hadis berkata: Aku tidak tahu
apakah itu juga termasuk hadis Anas). Lalu Allah Azza
wa Jalla menurunkan ayat: Tidak ada dosa bagi
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
karena makanan yang telah mereka makan dahulu, asal
mereka bertakwa serta beriman dan mengerjakan
amal-amal saleh. (Shahih Muslim No.3662)

2. Makruh membuat minuman dari kurma dan anggur kering
yang dicampur

Hadis riwayat Jabir bin Abdullah Al-Anshari ra.:
Bahwa Nabi saw. melarang anggur kering dicampur dengan
kurma atau kurma yang belum matang dengan kurma yang
matang. (Shahih Muslim No.3674)

Hadis riwayat Abu Qatadah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Janganlah kalian membuat
minuman kurma setengah matang (mengkal) dan kurma
matang sekaligus. Janganlah kalian membuat minuman
anggur dan kurma sekaligus. Masaklah masing-masing
dari keduanya secara terpisah. (Shahih Muslim No.3681)

3. Larangan membuat nabiz dalam wadah yang dicat
dengan teer, dalam labu kering, panci seng, kayu yang
dilubangi, dan menerangkan bahwa larangan itu dihapus
dan sekarang halal asal tidak memabukkan

Hadis riwayat Ali ra., ia berkata:
Rasulullah saw. melarang pembuatan minuman dalam kulit
labu dan wadah yang dicat dengan teer. (Shahih Muslim
No.3693)

Hadis riwayat Aisyah, Ummul Mukminin ra.:
Dari Aswad, ia berkata: Aku bertanya kepada Ummul
Mukminin: Wahai Ummul Mukminin! Beritahukanlah
kepadaku, apa yang dilarang oleh Rasulullah saw. untuk
dijadikan bahan membuat minuman! Ummul Mukminin
berkata: Rasulullah saw. melarang kami ahlulbait
membuat minuman nabidz dalam kulit labu dan wadah yang
dicat dengan teer. (Shahih Muslim No.3694)

Hadis riwayat Ibnu Umar ra. dan Ibnu Abbas ra.:
Dari Said bin Jubair ia berkata: Aku bersaksi bahwa
Ibnu Umar ra. dan Ibnu Abbas ra. menyaksikan bahwa
Rasulullah saw. melarang kulit labu, tempayan, wadah
yang dicat dengan teer dan kayu yang dilubangi.
(Shahih Muslim No.3705)

Hadis riwayat Abdullah bin Amru ra., ia berkata:
Ketika Rasulullah saw. melarang nabiz dalam beberapa
bejana, orang-orang berkata: Tidak setiap orang
mempunyai bejana lain. Lalu Rasulullah saw. memberikan
kemurahan (dispensasi) kepada mereka, boleh minum
dalam guci yang tidak dicat dengan teer. (Shahih
Muslim No.3726)

4. Menerangkan bahwa setiap yang memabukkan adalah
khamar dan semua khamar adalah haram

Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. pernah ditanya tentang arak dari madu.
Beliau menjawab: Setiap minuman yang memabukkan adalah
haram. (Shahih Muslim No.3727)

5. Balasan peminum khamar yang belum bertobat di
akhirat

Hadis riwayat Ibnu Umar ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Setiap minuman yang
memabukkan adalah khamar dan setiap yang memabukkan
adalah haram. Barang siapa minum khamar di dunia lalu
ia mati dalam keadaan masih tetap meminumnya
(kecanduan) dan tidak bertobat, maka ia tidak akan
dapat meminumnya di akhirat (di surga). (Shahih Muslim
No.3733)

Sumber:
http://hadith.al-islam.com/bayan/Tree.asp?Lang=IND

Minuman keras dalam pandangan Islam

Apakah Islam melarang minuman beralkohol karena masyarakat Arab waktu itu tidak terbiasa dengan minuman keras?

Sebelum datangnya Islam, masyarakat Arab sudah akrab dengan minuman beralkohol atau disebut juga minuman keras (khamar dalam bahasa arab). Bahkan merurut Dr. Yusuf Qaradhawi dalam kosakata Arab ada lebih dari 100 kata berbeda untuk menjelaskan minuman beralkohol. Disamping itu, hampir semua syair/puisi Arab sebelum datangnya Islam tidak lepas dari pemujaan terhadap minuman beralkohol. Ini menyiratkan betapa akrabnya masyarakat tersebut dengan kebiasaan mabuk minuman beralkohol.

Apakah menurut pandangan Islam alkhohol dan khamar itu sama?

Dalam banyak kasus, keduanya identik. Namun sesungguhnya yang dimaksud dengan khamar di dalam Islam itu tidak selalu merujuk pada alkohol. Yang disebut khamar adalah segala sesuatu minuman dan makanan yang bisa menyebabkan mabuk. Perlu diingat bahwa alkohol hanyalah salah satu bentuk zat kimia. Zat ini juga digunakan untuk berbagai keperluan lain seperti dalam desinfektans, pembersih, pelarut, bahan bakar dan sebagai campuran produk-produk kimia lainnya. Untuk contoh-contoh pemakaian tersebut, maka alkohol tidak bisa dianggap sebagai khamar, oleh karenanya pemakaiannya tidak dilarang dalam Islam.

Sebaliknya, jenis obat-obatan seperti psikotropika dan narkotika, walaupun mereka tidak mengandung alkohol, dalam pandangan Islam mereka dikategorikan sebagai khamar yang hukumnya haram/terlarang.

Ada orang yang mengaku tidak mabuk walaupun minum minuman keras dalam jumlah yang banyak. Untuk orang seperti itu apakah dihalalkan (diperbolehkan) untuknya minum minuman keras?

Aturan larangan (pengharaman) minuman keras (khamar) berlaku untuk seluruh umat Islam serta tidak ada perkecualian untuk individu tertentu. Yang dilarang dalam Islam adalah tindakan meminum khamar itu sendiri, terlepas apakah si peminum tersebut mabuk atau tidak. Hal ini cukup jelas dinyatakan dalam surat Al-Maidah ayat 90:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Untuk menjelaskan larangan ini ada sebuah analogi sederhana: Larangan mengemudi dalam keadaan mabuk diukur berdasarkan jumlah kandungan alkohol di dalam darah, bukan kondisi mabuk-tidaknya seseorang. Artinya, jika di dalam darah seseorang terkandung alkohol dalam jumlah yang melebihi batas maka dia dinyatakan melanggar aturan, terlepas apakah ia mabuk atau tidak.

Mengapa minuman beralkohol dilarang dalam Islam, padahal sejumlah penelitian menunjukkan bahwa minuman tersebut memberikan manfaat?

Islam bukan tidak mengetahui sisi manfaat khamar, namun dalam pandangan Islam dampak kerusakan khamr dalam kehidupan manusia jauh lebih besar dari manfaat yang bisa diperoleh. Hal ini dinyatakan di dalam Al-Quran surat Al Baqarah ayat 219 yang artinya:

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.”

Sejumlah penelitian yang menyatakan bahwa minuman beralkohol memberikan efek positif selama ini belum diterima sepenuhnya dalam dunia kesehatan. Sebaliknya, dampak negatif minuman alkohol telah diterima sepenuhnya oleh lembaga kesehatan dunia seperti WHO [baca pendapat WHO tentang minuman beralkohol].

Bisa dijelaskan contoh dampak buruk minuman keras terhadap masyarakat?

Data resmi pemerintah Inggris (tahun 2006) menyebutkan bahwa hampir separuh kejahatan dengan kekerasan di negara tersebut diakibatkan oleh pengaruh minuman beralkohol. Lebih dari satu juta pelaku agresi kejahatan yang terdata dipercaya berada dalam pengaruh alkohol. [baca Alcohol-related crime]

Kerugian ekononomi akibat minuman beralkohol sangat luar biasa besarnya, sebagai contoh di Amerika Serikat biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi masalah kesehatan yang berhubungan dengan dampak negatif minuman beralkohol di negara tersebut mencapai 176 milyar USD (sekitar 1600 triliun rupiah) setiap tahun [baca Health Care Costs of Alcohol]. Bayangkan, angka ini setara dengan dua kali lipat besar seluruh pengeluaran APBN negara Indonesia (tahun 2008).

Seberapa efektif pengharaman minuman beralkohol dalam ajaran Islam terhadap konsumsi alkohol?

Sekalipun tidak ada satu negara pun di dunia yang bisa 100 persen bebas minuman beralkohol, namun data statistik WHO menunjukan bahwa konsumsi perkapita minuman beralkohol di negara-negara berpenduduk muslim jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara lainnya. Sebagian besar negara-negara berpenduduk muslim menkonsumsi minuman alkohol kurang dari 0.5 liter alkohol perkapita per tahun. Coba bandingkan dengan penduduk negara-negara Eropa yang mengkonsumsi lebih dari 10 liter alkohol perkapita per tahun.

Persentasi penduduk yang tidak peminum alkohol di negara-negara muslim juga jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di dunia. Sebagai contoh, jumlah penduduk yang tidak peminum alkohol di Mesir, Indonesia, Pakistan, Saudi Arabia dan Syiria mencapai lebih dari 90 persen. Sebaliknya, jumlah penduduk yang bukan peminum alkohol di Denmark, Norwegia, Jerman dan Luxemburg hanya kurang dari 6 persen.

Ini artinya ada korelasi positif antara ajaran Islam dengan rendahnya tingkat konsumsi minuman beralkohol di negara-negara berpenduduk muslim.

Bagaimana dengan pendapat bahwa konsumsi alkohol lebih dipengaruhi oleh iklim. Artinya konsumsi alkohol di negara-negara iklim dingin lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara iklim tropik?

Data statistik WHO menunjukkan bahwa negara tropis seperti Brazil, Thailand, Venezuela dan Dominika justeru memiliki konsumsi alkohol sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan Canada, Denmark dan Norwegia yang notabene adalah negara-negara beriklim dingin. Disamping itu, data dari Center for Social Research on Alcohol and Drugs – Universitas Stockholm membuktikan bahwa konsumsi alkohol di Swedia justeru meningkat pada saat musim panas. Bahkan puncak konsumsi alkohol negara tersebut justeru terjadi pada pertengahan musim panas (mid-summer).

Jadi alasan bahwa motivasi minum minuman beralkohol didasari oleh tuntutan kondisi iklim yang dingin sesungguhnya tidak didukung oleh data statistik yang memadai

Selasa, 27 Juli 2010

Hafalan Al-Qur`an Untuk Anak Kecil

Bolehkah ayah dan ibu mengajarkan hafalan Al-Qur’an kepada anak mereka yang masih kecil, sementara keduanya tahu si anak terkadang melantunkan surat yang dihafalnya di kamar mandi saat buang hajat, atau si anak membacanya dengan cara yang tidak pantas (terhadap Al-Qur’anul Karim), dalam keadaan si anak telah berulang kali diperingatkan?

Jawab:
Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu menjawab, “Iya, sepantasnya ayah dan ibu membacakan Al-Qur’anul Karim kepada anak mereka agar si anak menghafalnya dan keduanya memperingatkan si anak agar tidak membaca Al-Qur’an di tempat yang tidak sepantasnya. Kalau toh anak-anak tetap melakukannya maka mereka belum mukallaf (belum dibebani syariat, belum terkena perintah dan larangan, pen.). Mereka tidak berdosa. Ketika ayah atau ibu mendengar si anak membacanya di tempat yang tidak layak, hendaknya menerangkan bahwa hal itu tidak boleh.
Anak kecil harus dihasung untuk banyak menghafal Al-Qur’an. Disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari tentang ‘Amr ibnu Salamah Al-Jarmi1 yang menjadi imam bagi kaumnya, padahal usianya baru enam atau tujuh tahun. Dan itu terjadi di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Majmu’ah As’ilah Tuhimmu Al-Usrah Al-Muslimah, hal. 151)

1 ‘Amr bin Salamah menuturkan kelengkapan kisahnya: Kami bermukim di dekat sebuah mata air yang biasa dilewati orang-orang. Suatu ketika serombongan musafir yang berkendaraan melewati kami. Kami pun bertanya kepada mereka, “Bagaimana kabarnya orang-orang? Ada apa dengan mereka? Bagaimana dengan lelaki yang sedang ramai pemberitaannya?” Mereka menjawab, “Lelaki itu mengaku Allah-lah yang mengutusnya dan memberi wahyu kepadanya. Allah mewahyukan kepadanya ini dan itu (dengan membacakan wahyu Al-Qur’an yang mereka maksud).” Aku pun menghafal wahyu berupa ayat-ayat Al-Qur’an tersebut seakan-akan menempel dalam dadaku. Sementara itu kabilah-kabilah Arab menunda keislaman mereka sampai Fathu Makkah. Mereka mengatakan, “Biarkan dia dan kaumnya. Bila dia menang atas kaumnya berarti memang dia nabi yang benar.” Tatkala terjadi Fathu Makkah, setiap kaum bersegera masuk Islam. Ayahku mendahului kaumku dalam berislam. Saat ayahku datang dari menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Demi Allah! Aku datang kepada kalian dari sisi nabi yang haq (benar-benar seorang nabi). Nabi itu berkata, “Shalatlah kalian shalat ini di waktu itu dan shalat itu di waktu ini. Apabila datang waktu shalat, hendaklah salah seorang dari kalian menyerukan adzan dan hendaknya orang yang paling banyak hafalan Al-Qur’annya mengimami kalian.” Mereka pun melihat siapa yang paling banyak hafalannya. Ternyata tidak ada seorang pun dari kaumku yang paling banyak hafalannya melainkan aku, karena sebelumnya aku mendapatkannya dari rombongan musafir. Kaumku pun memajukan aku di hadapan mereka untuk mengimami mereka, padahal saat itu usiaku masih enam atau tujuh tahun. Saat mengimami mereka aku mengenakan pakaian yang pendek. Bila aku sujud, pakaian itu terangkat dari bagian bawah tubuhku. Seorang wanita dari kampung (yang ikut shalat bersama jamaah) lalu berkata, “Tidakkah kalian menutupkan dari kami pantat pembaca Al-Qur’an kalian itu?” Kaumku lalu membelikan untukku pakaian dan mereka pakaikan kepadaku. Tidaklah aku bergembira memperoleh sesuatu sebagaimana gembiraku mendapat pakaian tersebut.” (HR. Al-Bukhari) –pen.


Anak Kecil Lewat di Depan Orang Shalat


Apakah seorang ibu harus menahan anaknya yang masih kecil lewat di hadapannya saat ia sedang shalat, padahal itu terjadi berulang-ulang di tengah shalat? Tentunya berulang-ulangnya mencegah si anak lewat dapat menghilangkan kekhusyukan dalam shalat. Sementara jika si ibu shalat sendirian tanpa menempatkan si anak di dekatnya, si ibu (tentu) mengkhawatirkan anaknya (karena tidak ada yang menjaganya).

Jawab:
Syaikh yang mulia, Muhammad ibnu Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu kembali menjawab, “Tidak ada dosa bagi si ibu membiarkan anaknya lewat di hadapannya bila memang si anak sering lalu lalang dan si ibu sendiri khawatir shalatnya terganggu bila terus-menerus mencegah si anak, sebagaimana hal ini dikatakan ahlul ilmi rahimahumullah. Akan tetapi, sepantasnya ketika si ibu hendak shalat, hendaknya memberikan sesuatu kepada anaknya yang bisa dijadikannya sebagai mainan (sehingga si anak asyik dengan benda/mainan tersebut, pen.) sementara si anak berada di sekitar/dekat dengan ibunya. Karena bila seorang anak diberi sesuatu yang bisa dijadikannya sebagai mainan, biasanya mainan itu membuatnya lupa terhadap yang lain. Namun bila si anak terus menggelayuti (nggendholi, Jw.) ibunya karena merasa lapar atau haus, yang lebih utama si ibu menunda shalatnya hingga ia selesai menunaikan kebutuhan anaknya (menyuapi makan atau memberi minum). Setelah itu ia menghadapkan dirinya kepada amalan shalatnya.” (Majmu’ah As’ilah Tuhimmu Al-Usrah Al-Muslimah, hal. 151-152)



Wanita Keluar Rumah Ikut Suaminya Berdakwah


Ada sekelompok orang dari kalangan da’i biasa keluar berdakwah ke kota lain di waktu-waktu tertentu. Safar dakwahnya tersebut terkadang sampai berhari-hari atau sampai sepekan. Mereka mengajarkan kaum muslimin tentang perkara agama mereka, di mana kaum lelakinya bermajelis di salah satu masjid sedangkan para wanitanya mendengarkan ta’lim dengan bermajelis di rumah salah seorang mereka. Apakah disenangi bagi wanita ikut keluar berdakwah (menyertai suaminya)? Padahal dengan keluarnya tersebut, ia harus meninggalkan anak-anaknya dengan dititipkan pada salah seorang kerabatnya?

Jawab:
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz ibnu Abdillah ibnu Baz rahimahullahu menjawab pertanyaan yang senada dengan soal di atas. Kata beliau, “Bila mereka yang keluar berdakwah tersebut memiliki ilmu seperti yang ditunjukkan dalam Al-Kitab dan As-Sunnah tentang perkara tauhid dan hukum-hukum syariah yang lain, maka apa yang mereka lakukan itu sangat bagus. Sama saja, apakah waktu safar dakwahnya itu singkat ataupun lama, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru (mengajak manusia) kepada Allah dan mengerjakan amal shalih serta berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Fushshilat: 33)

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Ajaklah manusia kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasihat yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An-Nahl: 125)


قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Katakanlah (ya Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak manusia kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang musyrik.” (Yusuf: 108)
Juga berdasar sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فَوَاللهِ، لَأَنْ يَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيرٌ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
“Maka Demi Allah! Bila Allah memberi hidayah lewat dirimu satu orang saja, maka itu lebih baik bagimu daripada engkau memiliki unta merah.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus para da’i illallah (yang menyeru kepada jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala) ke negeri Yaman dan kepada mayoritas kabilah Arab. Tidak ada larangan bila orang yang berdakwah tersebut menyertakan istrinya. Wallahu waliyyut taufiq.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 9/296)

Kenyataan Hidup

(¯`v´¯) `*.¸.*´ ¸.•´¸.•*¨) ¸.•*¨) (¸.•´ (¸.•´ .•´ ¸¸.•¨¯`•
http://joe-rock2.blogspot.com/2010/04/menyingkap-rahasia-di-balik-sujud.html